Kerajaan Galuh diambil dari bahasa Sanse-kerta dimana Galuh berarti Batu Permata menurut bahasa Sansekerta. Galuh juga bisa diartikan sebagai bagian yang paling keras, dan juga bermakna sebagai Penguasa. Selain itu Galuh juga bisa diartikan sebagai Ratu yang belum menikah.
Dijelaskan sebelumnya bahwa Putra Mahkota dari kerajaan Galuh adalah Amara yang dikenal dengan nama Mandiminyak yang telah dijodohkan dengan Dewi Parwati puteri anak dari Maharani Mahissasuramardini atau yang dikenal dengan nama Ratu Shima selaku ratu dari kerajaan kalingga.
Dalam menata Pemerintahan, Kerajaan Galuh menggunakan sistem pemerintahan yang berbeda dengan kerajaan umumnya dimana memiliki pemerintahan dijalankan oleh 3 penguasa walaupun tetap memiliki seorang raja yang mutlak seperti Prabu, Rama dan juga Resi hal ini dikenal dengan nama TRI TANGTU BUANA.
Tingkat kedudukan seperti Prabu adalah sebagai orang yang memiliki kekuasaan Utama sedangkan Rama sebagai Penasihat dan Resi adalah sebagai orang yang Menghukum atau Pengadil dan letaknya diluar pusat kerajaan.
Wretikandayun sebagai raja dari kerajaan Galuh yang berkuasa pada 612-702 M di kenal sangat adil dan berwibawa dan beliau meninggal pada umur 111 Tahun dan tahta kerajaan Galuh kemudian jatuh kepada anak bungsunya yaitu Amara atau Mandiminyak.
Hal ini disebabkan karena kedua kakak kandungnya mempunyai cacat fisik sejak lahir, dan keduanya kemudian menjadi RajaResi di Galuh.
Mandiminyak mempunyai anak dari hubungan gelapnya dengan Rababu yang merupakan istri dari kakaknya dan anak tersebut bernama Sena atau dikenal juga dengan Bratasenawa.
Sementara dari Sang Permaisuri Dewi Parwati mempunyai anak perempuan yang bernama Sannaha.
Bratasenna dan Sannaha kemudian dinikahkan dan mereka mempunyai anak yang bernama Rakyan Jambri.
Mandiminyak wafat pada tahun 709 Masehi kemudian Tahtanya jatuh kepada Bratasenna yang naik Tahta menjadi Raja Galuh ke tiga.
Hal ini membuat Purbasora anak RajaResi (Kakak Mandiminyak) tidak terima dan melakukan kudeta atas Bratasenna.