Suku Alas merupakan salah satu suku yang bermukim di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh (yang juga lazim disebut Tanah Alas).
Kata "alas" dalam bahasa Alas berarti "tikar". Hal ini ada kaitannya dengan keadaan daerah itu yang membentang datar seperti tikar di sela-sela Bukit Barisan. Daerah Tanah Alas dilalui banyak sungai, salah satu di antaranya adalah Lawe Alas (Sungai Alas).
Kampung atau desa orang Alas disebut kute. Suatu kute biasanya didiami oleh satu atau beberapa klan, yang disebut merge. Anggota satu merge berasal dari satu nenek moyang yang sama. Pola hidup kekeluargaan mereka adalah kebersamaan dan persatuan. Mereka menarik garis keturunan patrilineal, artinya garis keturunan laki-laki
Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas.
Menurut sejarawan kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis cucu dari Raja Lambing yang bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu Mbulan.
Raja yang pertama kali bermukim di Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan nama RAJA LAMBING, adalah moyang dari merga Sebayang di Tanah Karo dan Selian di Tanah Alas.
Diperkirakan pada abad ke 12 Raja Lambing hijrah dari Tanah Karo ke Tanah Alas, dan bermukim di Desa Batumbulan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Selian.
Dalam pergaulan sehari-hari Suku Alas mempunyai Bahasa sendiri yakni Bahasa Alas (Cekhok Alas) merupakan rumpun bahasa dari Austronesia suku Kluet di kabupaten Aceh Selatan juga menggunakan Bahasa yang hampir sama dengan bahasa suku Alas. Bahasa ini memiliki banyak kesamaan kosakata dengan bahasa Karo yang dituturkan masyarakat Karo di Provinsi Sumatra Utara.
Upacara adat istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas adalah ‘Turun Mandi’, ‘Sunat Khitan’, ‘Perkawinan’, dan ‘Kematian’.
Ada istilah adat Tungku Si Telu yang merupakan kegiatan budaya tolong menolong masyarakat suku Alas.