Suku Sumba adalah suku yang menempati Pulau Sumba yang terbagi atas empat kabupaten, Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Masyarakat Sumba secara rasial adalah campuran Ras Melanesia, Ras Melayu, Ras Austronesia, Ras Mongoloid yang cukup mampu mempertahankan kebudayaan aslinya di tengah-tengah arus pengaruh asing yang telah singgah di kepulauan Nusa Tenggara Timur sejak dahulu kala.
Kepercayaan khas daerah MARAPU, peng-hormatan kepada leluhur, dewa, masih amat hidup di tengah-tengah masyarakat Sumba.
MARAPU menjadi falsafah dasar bagi berba-gai ungkapan budaya Sumba mulai dari upa-cara-upacara adat, rumah-rumah ibadat (umaratu) rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-ukiran dan tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata.
Tradisi unik yang bisa ditemu kan ketika berkunjung ke Pulau Sumba adalah tradisi cium hidung atau "pudduk" (dalam bahasa Sumba Timur). Tradisi ini merupakan tradisi yang sudah diwariskan turun temurun oleh leluhur orang Sumba
Nama suku bangsa ini mungkin berasal dar kata humba, yang berarti "asli". Mereka menyebut diri sebagai Tau Humba, atau penduduk asli yang mendiami Pulau Sumba. Wilayah mereka sekarang meliputi seluruh pulau Sumba.
Bahasa Sumba terbagi dua dialek, yaitu dialek Sumba Barat yang disebut bahasa Meiwewa dan dialek Sumba Timur yang disebut juga bahasa Kambera.
Mata pencaharian utama mereka adalah bertanam di ladang dan sedikit di sawah serta memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kuda. Masyarakat ini terkenal pula oleh hasil tenunan tradisionalnya yang dikejakan sebagai mata pencaharian sampingan.
Masyarakat Sumba terbagi ke dalam kelom-pok-kelompok keluarga luas (klan) yang me- reka sebut kabihu. Perkawinan harus ber-sifat eksogami klan, karena itu terbentuk lah aliansi perkawinan.
Suku yang kuat menjaga adatnya.